A.
Akulturasi budaya pada masa kerajaan Islam
di Indonesia
1.
Seni
Bangunan
a. a. Masjid
Masjid-masjid pada masa Islam di
Indonesia, dapat disaksikan ciri khasnya dibandingkan dengan masjid-masjid
terutama di negeri-negeri Islam lainnya. Masjid-masjid Agung atau Raya yang
berasal dari abad ke-16—18 Masehi yang terdapat diberbagai ibukota
kerajaan-kerajaan Islam pada umumnya mempunyai ciri-ciri khas, yaitu:
·
Denahnya berbentuk bujur
sangkar atau persegi empat dan pejal atau masif
·
Atapnya bertumpang atau
bersusun dua, tiga, lima, bahkan lebih;
·
Di bagian depan atau
samping terdapat serambi
·
Halaman masjid
dikelilingi tembok dengan sebuah atau tiga buah gerbang;
· Di antara masjid-masjid
itu di bagian depan atau samping terdapat kolam air (Tjandrasasmita &
Manus, 2010:200-201).
Masjid peninggalan Kerajaan Banten
b. b. Keraton atau Istana
Keraton atau istana dari zaman
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia termasuk seni bangun Islam. Keraton adalah
sutau tempat yang bukan hanya tempat kediaman raja, tetapi sekaligus berfungsi
sebagai pusat pemerintahan. Di ibukota kerajaan-kerajaan Islam terutama di Jawa
lokasi istana berada di sebelah selatan alun-alun menghadap arah utara.
Keraton-keraton di Surakarta dan Yogyakarta dari abad ke-18 M diapit oleh dua
alun-alun, yaitu alun-alun utara (lor) dan alun-alun selatan (kidul). Menarik
perhatian bahwa kedua alun-alun tersebut mempunyai fungsi yang berbeda yaitu
alun-alun utara berfungsi tempat pertemuan masyarakat yang bersifat
pemerintahan, tetapi alun-alun selatan hanya berfungsi untuk upacara kematian
seakan-akan mempunyai unsur tradisi kehinduan karena Dewa Yama, yaitu dewa
kematian itu berada di selatan (Tjandrasasmita & Manus, 2010:201).
Keraton Jogyakarta
Keraton-keraton
di Jawa yang menghadap ke utara biasanya mempunyai 3 halaman. Pembagian atas 3
bagian atau halaman itu mengingatkan kita kepada tradisi masa Hindu-Buddha
dalam pembagian kompleks percandian terutama dari Jawa Timur seperti Candi
Panataran di zaman Majapahit dan di Bali kompleks pura yang disebut jaba, jaba-tengah, jero (tempat
tersuci). Demikian pula penempatan makam beberapa Wali Sanga, antara lain makam
Sunan Kudus, makam Sunan Drajat, dan lainnya (Tjandrasasmita & Manus,
2010:202).
2. 2. Seni
Sastra
Hasil-hasil
seni sastra yang berasal pada masa Islam (abad ke-14 dan abad-abad ke-16-19 M)
di antaranya Hikayat Raja-Raja Pasai yang aslinya ditulis dalam huruf Jawi
sesuai dengan perkembangan bahasa Melayu Kuno masa kerajaan Sriwijaya yang
mendapat pembaharuan menjadi bahasa Melayu Klasik di kerajaan Samudra Pasai.
Selain itu, di masa Islam perkembangan huruf dan bahasa Arab sangat berperan
penting. Haruf dan bahasa Arab berperan mengantarkan agama Islam tersebar di
seluruh belahan dunia. bukti-bukti penggunaan huruf dan bahasa Arab kita
dapatkan pada nisan-nisan kubur antara lain Fatimah binti Maimun bin Hibatullah
di Leran (abad ke-11), nisan-kubur Sultan Malik as-Saleh (abad ke-13 M), dan
lain-lainnya. Huruf dan bahasa Arab yang dipakai sebagai alat komunikasi yang
mungkin masih terbatas ternyata digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu yang
disebut huruf Jawi untuk daerah-daerah yang masyarakatnya menggunakan bahasa
Melayu. Jika di daerah-daerah yang masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu
digunakan huruf Jawi, di daerah-daerah seperti di Jawa yang berbahasa Sunda,
Jawa, dan Madura huruf Arab yang digunakan untuk penulisan karya seni sastra
keagamaan dan babad-babad atau cerita pada umunya disebut dengan sebutan Pegon yang sudah tentu disesuaikan
dengan fenom bahasa tersebut (Tjandrasasmita & Manus, 2010:197-199).
Sastra pada masa kerajaan-kerajaan Islam
3. 3. Ragam
Hias
Dalam
kesenian Islam terutama dalam ragam hias yang paling lazim adalah Kaligrafi (tulisan
yang dibentuk indah). Kecuali kaligrafi pola-pola ragam hias Islami sejak awal
menyukai pola-pola yang diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan (floralisik) dan
pola geometrik. Di Indonesia, kaligrafi tersebut ditemukan pada nisan-nisan
kubur seperti nisan kubur Fatimah binti Maimun bin Hibatullah di Leran (abad
ke-11) terdapat kaligrafi Kufik Timur dan ada masih banyak lagi nisan kubur
pada masa Islam yang memiliki seni ragam hias kaligrafi. Selain pada nisan
kubur, seni ragam hias kaligrafi dapat ditemukan pada kain batik, benda-benda
pusaka, dan benda-benda keperluan sehari-sehari (Tjandrasasmita & Manus,
2010:203-204).
1.
Pembentukan integrasi bangsa pada masa
kerajaan Islam di Indonesia
1.
Peranan
Para Ulama dalam Proses Integrasi
Agama Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara
mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama.
Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta-kasta dalam kehidupan
masyarakat. Konsep ajaran Islam memunculkan perilaku ke arah persatuan dan persamaan
derajat. Disisi lain, datangnya pedagang-pedagang Islam di Indonesia mendorong
berkembangnya tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat
perdagangan itu kemudian berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai.
Bahkan kota-kota pantai yang merupakan bandar dan pusat perdagangan, berkembang
menjadi kerajaan. Timbulnya kerajaan-kerajaan Islam menandai awal terjadinya
proses integrasi. Meskipun masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor
pendukung yang berbeda-beda dalam proses integrasinya.
2.
Peran
Perdagangan Antarpulau
Proses integrasi juga terlihat melalui kegiatan
pelayaran dan perdagangan antarpulau. Sejak zaman kuno, kegiatan pelayaran dan
perdagangan sudah berlangsung di Kepulauan Indonesia. Pelayaran dan perdagangan
itu berlangsung dari daerah yang satu ke daerah yang lain, bahkan antara negara
yang satu dengan negara yang lain. Kegiatan pelayaran dan perdagangan pada
umumnya berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini, menimbulkan pergaulan dan
hubungan kebudayaan antara para pedagang dengan penduduk setempat. Kegiatan
semacam ini mendorong terjadinya proses integrasi.
3.
Peran Bahasa
Bahasa juga memiliki peran yang strategis dalam
proses integrasi. Kepulauan Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang
dihuni oleh aneka ragam suku bangsa. Tiap-tiap suku bangsa memiliki bahasa
masing-masing. Untuk mempermudah komunikasi antarsuku bangsa, diperlukan satu
bahasa yang menjadi bahasa perantara dan dapat dimengerti oleh semua suku
bangsa. Jika tidak memiliki kesamaan bahasa, persatuan tidak terjadi karena di
antara suku bangsa timbul kecurigaan dan prasangka lain. Bahasa merupakan
sarana pergaulan. Bahasa Melayu digunakan hampir di semua pelabuhan-pelabuhan
di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu sejak zaman kuno sudah menjadi bahasa
resmi negara Melayu (Jambi).
Komentar
Posting Komentar